Jokowi dalam salah satu acara |
"Karena konteks perekonomian di masyarakat yang harus dipertimbangkan," kata Dr. Pratikno M.Soc.Sc. di Kompleks Parlemen (6/4/2015). "Terutama tekanan ekonomi global yang mempengaruhi kita itu harus kami perhatikan. Perintah Presiden begitu."
Pada 20 Maret 2015, Jokowi menetapkan Perpres Nomor : 39 Tahun 2015 tentang, Perubahan atas Perpres Nomor : 68 Tahun 2010 tentang, Pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara pada Lembaga Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan. Perpres tersebut kemudian diundangkan Menteri Hukum dan HAM pada 23 Maret 2015.
Dalam Perpres terbaru ini disebutkan adanya penambahan fasilitas uang muka yang diberikan kepada pejabat negara, dari Rp 116,65 juta menjadi Rp 210,89 juta. Sedangkan pejabat negara yang dimaksud, yaitu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Hakim Agung Mahkamah Agung, hakim Mahkamah Konstitusi, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dan Anggota Komisi Yudisial.
Tunjangan akan diberikan kepada pejabat non-pimpinan per periode masa jabatan pada enam bulan setelah pejabat dilantik. Sedangkan pimpinan setingkat ketua atau wakil ketua berhak mendapatkan mobil dinas tanpa biaya tunjangan uang muka mobil.
Dr. Pratikno M.Soc.Sc. mengatakan Perpres itu sudah diusulkan sejak 5 Januari 2015 kepada Presiden. "Kemudian diproses dan dibahas di Kementerian Keuangan," ujarnya.
Kenaikan tunjangan uang muka pembelian mobil pejabat negara, Dr. Pratikno M.Soc.Sc. melanjutkan, memang sudah ada di APBN Perubahan 2015, sehingga secara prosedural Perpres itu sudah berjalan dengan mekanisme yang berlaku. "Pos anggaran sudah dialokasikan," kata dia.
Namun, menurut Dr. Pratikno M.Soc.Sc., dalam rentang tiga bulan terakhir, keadaan ekonomi Indonesia tak stabil. Kondisi ini membuat implementasi Perpres itu sudah tidak dapat dilakukan. "Teks Perpres yang dirumuskan sejak awal tidak sesuai lagi dengan konteks dinamika sekarang yang sedang berjalan," ujarnya. "Ini bukan kesalahan prosedur sama sekali tidak, tapi karena faktor ekonomi di masyarakat."
Manajer Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Apung Widadi mengkritik sikap Presiden Joko Widodo yang "buang badan" ihwal kenaikan anggaran uang muka mobil pejabat. Jokowi malah menyalahkan ketidakcermatan Kementerian Keuangan sehingga anggaran tersebut bisa lolos.
"Jokowi malah membuka borok Istana," kata Apung, Ahad, 5 April 2015.
Sikap ini kata Apung, menandakan lemahnya koordinasi antara Presiden Jokowi dan stafnya. Apung juga menilai komunikasi antar-anggota kabinet Jokowi tidak baik.
Ihwal kenaikan anggaran panjar mobil pribadi pejabat, Jokowi sebelumnya diberitakan menyatakan tidak mencermati satu per satu usulan peraturan yang ditandatanganinya. Jokowi menyatakan Kementerian Keuangan seharusnya bisa menyeleksi suatu kebijakan untuk melihat kebaikan dan keburukannya.
Menurut Apung, melihat reaksi Jokowi tersebut, tidak ada alasan lagi bagi Jokowi untuk tidak menghentikan rencana penggelontoran duit senilai Rp 158,8 miliar itu. "Jokowi harus batalkan alokasi anggaran untuk DP mobil itu!"
Melalui Peraturan Presiden Nomor : 39 tahun 2015 tentang pemberian fasilitas uang muka bagi pejabat negara untuk pembelian kendaraan perorangan, Jokowi menaikkan persekot pembelian kendaraan pejabat menjadi Rp 210,8 juta. Jumlah itu naik 85 persen dibanding tunjangan Rp 116,6 juta yang dialokasikan pada 2010.
0 komentar